Perpanjangan SIM

Aturan Urus SIM dan STNK Pakai BPJS Kesehatan Sudah Sejak 2015?

Perpanjangan SIM harus menggunakan kartu BPJS Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat? AG/Setiawan Alun Segoro
Perpanjangan SIM harus menggunakan kartu BPJS Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat? AG/Setiawan Alun Segoro

Autogear.id – Belum lama ini beredar wacana, bahwa ke depannya pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Indonesia, harus menggunakan Kartu Indonesia Sehat atau BPJS Kesehatan.

Nantinya bagi mereka yang ingin membuat dokumen tersebut, harus sudah terdaftar secara resmi di program BPJS Kesehatan. Sedikit banyak, masyarakat mulai gelisah akan hal ini. Apalagi buat mereka yang belum ikut serta dalam program BPJS Kesehatan.

Wacana tersebut kabarnya diterbitkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022, tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam Inpres tersebut terdapat aturan baru mengenai Lalu Lintas.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah benar demikian dan kapan aturan tersebut mulai berlaku? Kasibinyan Subdit SIM Dit Regident Korlantas Polri Kompol Faisal Andri seperti dikutip Kompas.com mengatakan, aturan mengenai pembuatan SIM, STNK dan SKCK wajib menyertakan kartu BPJS Kesehatan benar adanya. Namun, hal tersebut belum berlaku saat ini.

Baca Juga:
Kreatifitas MUF Bikin Program Pembiayaan Otomotif, Rambah Bisnis Metaverse

“Aturan tersebut baru akan berlaku ketika Perpol baru sudah diundangkan. Nantinya, pemohon SIM mau baru atau perpanjang akan terkena peraturan tersebut (menggunakan kartu BPJS Kesehatan),” ucap Faisal seperti ditulis Kompas.com, Senin (22/2/2022).

Adapun terkait kapan aturan tersebut akan diberlakukan, Faisal belum bisa memastikan. Mengingat pembuatan Perpol butuh waktu yang relatif panjang. “Kami tidak bisa tentukan kapan (diberlakukan), karena pembuatan Perpol perlu proses, tidak hanya Korlantas tetapi melibatkan sub sektor yang lain,” ucapnya.

Sementara itu, Kasubdit STNK Korlantas Polri Kombes Pol Taslim Chairuddin mengatakan, memang aturan tersebut setidaknya diperlukan dua proses yang harus dijalankan, yaitu mengubah regulasi (Perpol Nomor 7 tahun 2021 tentang Regident Ranmor) dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak kaget. Namun dikatakan Taslim, sebenarnya aturan tersebut sudah ada dari tahun 2015, tetapi dalam bentuk aturan pemerintah, bukan inpres.

“Kami dari pengemban fungsi regident waktu itu ada kecenderungan minta ditunda dengan pertimbangan perlu sosialisasi dan minta pengelolaan BPJS Kesehatan diperbaiki terlebih dahulu,” ucap Taslim dikutip dari Kompas.com.

Taslim mencoba menegaskan, walaupun tidak ingin terlalu membebani masyarakat, namun pihaknya mendukung kebijakan pemerintah ini. Karena menurutnya, menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan merupakan keinginan pemerintah, dalam membangun semangat persatuan dan kebersamaan seluruh warga negara.


(uda)