Gara-gara ODOL, Negara Rugi Rp43 Triliun dalam Setahun!

Truk bermuatan overload sedang melintas di jalan raya (Foto: Ist)
Truk bermuatan overload sedang melintas di jalan raya (Foto: Ist)

Autogear.id - Tahun 2023, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub), menargetkan Indonesia bebas kendaraan Over Dimensi dan Over Loading (ODOL). Kemenhub terus berupaya memperbaiki, sekaligus menangani permasalahan ODOL dari hulu ke hilir hingga terciptanya Zero ODOL.

Tentu target tersebut akan dapat tercapai, bila dibantu partisipasi aktif dan kontribusi berbagai pihak. Melalui jalinan kerja sama, yang kiranya akan memberi dampak substansial, terhadap upaya meningkatkan pengaturan terkait kendaraan ODOL atau disebut kendaraan obesitas.

Salah satu pihak yang sangat concern mendukung terwujudnya Zero ODOL adalah PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI). Sampai-sampai, demi mendukung kebijakan pemerintah itu, Isuzu Indonesia mengklaim telah menciptakan ekosistem yang benar-benar bebas dari ODOL.

Seperti dijelaskan Reiner Tandiono, Technical Warranty Dept. Head IAMI, sebagai produsen kendaraan niaga di Indonesia, tentunya Isuzu turut mendukung kebijakan pemerintah yang akan memerangi kendaraan obesitas. Supaya tiga tahun ke depan benar-benar terwujud Zero ODOL.

Langkah nyatanya, mulai dari produk Isuzu yang dirancang sesuai regulasi pemerintah. Kemudian selalu menjalankan program Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), untuk setiap kendaraan baru Isuzu. Bersama Kemenhub ikut mensosialisasikan SRUT. Serta IAMI kerap melatih tim front liner Isuzu, mengenai penggunaan unit dan aturan seputar ODOL.
 
Reiner menambahkan, IAMI juga telah melakukan sertifikasi pada 41 partner karoseri, untuk memastikan para partner adalah perusahaan yang taat aturan pemerintah. “Salah satu syarat menjadi partner kami adalah mengurus Surat Keterangan Rancang Bangun (SKRB),” ujarnya saat berlangsung seminar virtual Keselamatan Jalan, Kamis (17/6).

Ia melanjutkan, banyak kendaraan ODOL karena adanya pengusaha yang coba mengoptimalkan tambahan keuntungan, plus logistic cost yang kompetitif. “Yang mereka lakukan antara lain menambah beban barang pada truk. Sehingga kurang peduli akan keselamatan kendaraan dan pengendaranya, serta kendaraan lain di jalan,” tukas Reiner. 

Padahal menurutnya, kalau dihitung-hitung, dampak kecelakaan akibat kendaraan obesitas akan lebih besar bagi bisnis perusahaan itu sendiri. Seperti kehilangan produksi, tak mampu bekerja lagi, sampai risiko terbesar adalah mengakibatkan kecelakaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Berdasarkan data resmi Kemenhub, pelanggaran yang terbanyak karena kendaraan ODOL adalah berada di angka 81,7%. Bahkan negara ikut mengalami kerugian hingga mencapai Rp43 triliun dalam setahun.

Kemenhub pun terus melakukan pengawasan terhadap 21 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB). Dan upaya lain yang dilakukan adalah melarang kendaraan ODOL memasuki jalan tol. Serta terus memaksimalkan pengoperasian UPPKB di jalan-jalan nasional.


(acf)